1. Ir. Soekarno
Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno yang biasa
dipanggil Bung Karno, lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di
Jakarta, 21 Juni 1970. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya
Ida Ayu Nyoman Rai. Semasa hidupnya, beliau mempunyai tiga istri dan dikaruniai
delapan anak.
Dari istri Fatmawati mempunyai anak Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh. Dari istri Hartini mempunyai Taufan dan Bayu, sedangkan dari istri Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto mempunyai anak Kartika..
Dari istri Fatmawati mempunyai anak Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh. Dari istri Hartini mempunyai Taufan dan Bayu, sedangkan dari istri Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto mempunyai anak Kartika..
Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama orang
tuanya di Blitar. Semasa SD hingga tamat, beliau tinggal di Surabaya, indekos
di rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam.
Kemudian melanjutkan sekolah di HBS (Hoogere Burger School). Saat belajar di
HBS itu, Soekarno telah menggembleng jiwa nasionalismenya. Selepas lulus HBS
tahun 1920, pindah ke Bandung dan melanjut ke THS (Technische Hoogeschool atau
sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). Ia berhasil meraih gelar
“Ir” pada 25 Mei 1926.
Kemudian, beliau merumuskan ajaran Marhaenisme dan
mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan
Indonesia Merdeka. Akibatnya, Belanda, memasukkannya ke penjara Sukamiskin,
Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam
pembelaannya berjudul Indonesia Menggugat, beliau menunjukkan kemurtadan
Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu.
Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada
Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah bebas pada tahun 1931, Soekarno
bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, beliau kembali
ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian
dipindahkan ke Bengkulu.
Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno
dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Dalam
sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir.Soekarno mengemukakan gagasan tentang
dasar negara yang disebutnya Pancasila. Tanggal 17 Agustus 1945, Ir Soekarno
dan Drs. Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dalam sidang
PPKI, 18 Agustus 1945 Ir.Soekarno terpilih secara aklamasi sebagai Presiden
Republik Indonesia yang pertama.
Sebelumnya, beliau juga berhasil merumuskan Pancasila yang
kemudian menjadi dasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliau
berupaya mempersatukan nusantara. Bahkan Soekarno berusaha menghimpun bangsa-bangsa
di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung
pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok.
Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik hebat
yang menyebabkan penolakan MPR atas pertanggungjawabannya. Sebaliknya MPR
mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Kesehatannya terus memburuk, yang
pada hari Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di
Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jatim di dekat makam ibundanya, Ida
Ayu Nyoman Rai. Pemerintah menganugerahkannya sebagai “Pahlawan Proklamasi”.
2. Moh. Hatta
Mohammad Hatta, biasa dikenal dengan nama Bung Hatta, lahir
pada tanggal 12 Agustus 1902 di Bukittinggi. Di kota kecil yang indah inilah
Bung Hatta dibesarkan di lingkungan keluarga ibunya. Ayahnya, Haji Mohammad
Djamil, meninggal ketika Hatta berusia delapan bulan. Dari ibunya, Hatta
memiliki enam saudara perempuan. Ia adalah anak laki-laki satu-satunya. Sejak
duduk di MULO di kota Padang, ia telah tertarik pada pergerakan. Sejak tahun
1916, timbul perkumpulan-perkumpulan pemuda seperti Jong Java, Jong Sumatranen
Bond, Jong Minahasa. dan Jong Ambon. Hatta masuk ke perkumpulan Jong Sumatranen
Bond.
Sebagai bendahara Jong Sumatranen Bond, ia menyadari
pentingnya arti keuangan bagi hidupnya perkumpulan. Tetapi sumber keuangan baik
dari iuran anggota maupun dari sumbangan luar hanya mungkin lancar kalau para
anggotanya mempunyai rasa tanggung jawab dan disiplin. Rasa tanggung jawab dan
disiplin selanjutnya menjadi ciri khas sifat-sifat Mohammad Hatta.
Hatta lulus dalam ujian handels economie (ekonomi
perdagangan) pada tahun 1923. Semula dia bermaksud menempuh ujian doctoral di
bidang ilmu ekonomi pada akhir tahun 1925. Karena itu pada tahun 1924 dia
non-aktif dalam PI. Tetapi waktu itu dibuka jurusan baru, yaitu hukum negara
dan hukum administratif. Hatta pun memasuki jurusan itu terdorong oleh minatnya
yang besar di bidang politik.
Pada tanggal 17 Juli 1953 dia diangkat sebagai Bapak
Koperasi Indonesia pada Kongres Koperasi Indonesia di Bandung. Pikiran-pikiran
Bung Hatta mengenai koperasi antara lain dituangkan dalam bukunya yang berjudul
Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun (1971).
Pada tangal 27 Nopember 1956, ia memperoleh gelar kehormatan
akademis yaitu Doctor Honoris Causa dalam ilmu hukum dari Universitas Gajah
Mada di Yoyakarta. Pada kesempatan itu, Bung Hatta mengucapkan pidato
pengukuhan yang berjudul “Lampau dan Datang”.
Sesudah Bung Hatta
meletakkan jabatannya sebagai Wakil Presiden RI, beberapa gelar akademis juga
diperolehnya dari berbagai perguruan tinggi. Universitas Padjadjaran di Bandung
mengukuhkan Bung Hatta sebagai guru besar dalam ilmu politik perekonomian.
Universitas Hasanuddin di Ujung Pandang memberikan gelar Doctor Honoris Causa
dalam bidang Ekonomi. Universitas Indonesia memberikan gelar Doctor Honoris
Causa di bidang ilmu hukum. Pidato pengukuhan Bung Hatta berjudul “Menuju
Negara Hukum”.
Dalam masa pemerintahan Orde Baru, Bung Hatta lebih
merupakan negarawan sesepuh bagi bangsanya daripada seorang politikus.
Pada tanggal 15 Agustus 1972, Presiden Soeharto menyampaikan
kepada Bung Hatta anugerah negara berupa Tanda Kehormatan tertinggi
"Bintang Republik Indonesia Kelas I" pada suatu upacara kenegaraan di
Istana Negara.
Bung Hatta, Proklamator
Kemerdekaan dan Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia, wafat pada tanggal
14 Maret 1980 di Rumah Sakit Dr Tjipto Mangunkusumo, Jakarta, pada usia 77
tahun dan dikebumikan di TPU Tanah Kusir pada tanggal 15 Maret 1980.
Prof. DR (HC). Ing. Dr. Sc. Mult. Bacharuddin Jusuf Habibie
atau dikenal sebagai BJ Habibie (73 tahun) merupakan pria Pare-Pare (Sulawesi
Selatan) kelahiran 25 Juni 1936. Habibie menjadi Presiden ke-3 Indonesia selama
1.4 tahun dan 2 bulan menjadi Wakil Presiden RI ke-7. Habibie merupakan
“blaster” antara orang Jawa [ibunya] dengan orang Makasar/Pare-Pare [ayahnya].
Dimasa kecil, Habibie telah menunjukkan kecerdasan dan
semangat tinggi pada ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya Fisika. Selama
enam bulan, ia kuliah di Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung (ITB), dan
dilanjutkan ke Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule – Jerman pada 1955.
Dengan dibiayai oleh ibunya, R.A. Tuti
Marini Puspowardoyo, Habibie muda menghabiskan 10 tahun untuk menyelesaikan
studi S-1 hingga S-3 di Aachen-Jerman.
Berbeda dengan rata-rata mahasiswa Indonesia yang mendapat
beasiswa di luar negeri, kuliah Habibie (terutama S-1 dan S-2) dibiayai
langsung oleh Ibunya yang melakukan usaha catering dan indekost di Bandung
setelah ditinggal pergi suaminya (ayah Habibie). Habibie mengeluti bidang
Desain dan Konstruksi Pesawat di Fakultas Teknik Mesin. Selama lima tahun studi
di Jerman akhirnya Habibie memperoleh gelar Dilpom-Ingenenieur atau diploma
teknik (catatan : diploma teknik di Jerman umumnya disetarakan dengan gelar
Master/S2 di negara lain) dengan predikat summa cum laude.
Pak Habibie melanjutkan program doktoral setelah menikahi
teman SMA-nya, Ibu Hasri Ainun Besari pada tahun 1962. Bersama dengan istrinya
tinggal di Jerman, Habibie harus bekerja untuk membiayai biaya kuliah sekaligus
biaya rumah tangganya. Habibie mendalami bidang Desain dan Konstruksi Pesawat
Terbang. Tahun 1965, Habibie menyelesaikan studi S-3 nya dan mendapat gelar
Doktor Ingenieur (Doktor Teknik) dengan
indeks prestasi summa cum laude.
Habibie : Bapak Teknologi Indonesia*
Pemikiran-pemikiran Habibie yang “high-tech” mendapat “hati”
pak Harto. Bisa dikatakan bahwa Soeharto mengagumi pemikiran Habibie, sehingga
pemikirannya dengan mudah disetujui pak Harto. Pak Harto pun setuju
menganggarkan “dana ekstra” untuk mengembangkan ide Habibie. Kemudahan akses
serta kedekatan Soeharto-Habibie dianggap oleh berbagai pihak sebagai bentuk
kolusi Habibie-Soeharto. Apalagi, beberapa pihak tidak setuju dengan pola pikir
Habibie mengingat pemerintah Soeharto mau menghabiskan dana yang besar untuk
pengembangan industri-industri teknologi tinggi seperti saran Habibie.
Tanggal 26 April 1976, Habibie mendirikan PT. Industri
Pesawat Terbang Nurtanio dan menjadi industri pesawat terbang pertama di
Kawasan Asia Tenggara (catatan : Nurtanio meruapakan Bapak Perintis Industri
Pesawat Indonesia). Industri Pesawat Terbang Nurtanio kemudian berganti nama
menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) pada 11 Oktober 1985,
kemudian direkstrurisasi, menjadi Dirgantara Indonesia (PT DI) pada Agustuts
2000. Perlakuan istimewapun dialami oleh industri strategis lainnya seperti PT
PAL dan PT PINDAD.
Sejak pendirian industri-industri statregis negara, tiap
tahun pemerintah Soeharto menganggarkan dana APBN yang relatif besar untuk
mengembangkan industri teknologi tinggi.
Dan anggaran dengan angka yang sangat besar dikeluarkan sejak 1989
dimana Habibie memimpin industri-industri strategis. Namun, Habibie memiliki
alasan logis yakni untuk memulai industri berteknologi tinggi, tentu
membutuhkan investasi yang besar dengan jangka waktu yang lama. Hasilnya tidak
mungkin dirasakan langsung. Tanam pohon durian saja butuh 10 tahun untuk
memanen, apalagi industri teknologi tinggi. Oleh karena itu, selama
bertahun-tahun industri strategis ala Habibie masih belum menunjukan hasil dan
akibatnya negara terus membiayai biaya operasi industri-industri strategis yang
cukup besar.
Industri-industri strategis ala Habibie (IPTN, Pindad, PAL)
pada akhirnya memberikan hasil seperti pesawat terbang, helikopter, senjata,
kemampuan pelatihan dan jasa pemeliharaan (maintenance service) untuk
mesin-mesin pesawat, amunisi, kapal, tank, panser, senapan kaliber, water canon, kendaraan RPP-M, kendaraan
combat dan masih banyak lagi baik untuk keperluan sipil maupun militer.
Untuk skala internasional, BJ Habibie terlibat dalam
berbagai proyek desain dan konstruksi pesawat terbang seperti Fokker F 28,
Transall C-130 (militer transport), Hansa Jet 320 (jet eksekutif), Air Bus
A-300, pesawat transport DO-31 (pesawat dangn teknologi mendarat dan lepas
landas secara vertikal), CN-235, dan CN-250 (pesawat dengan teknologi
fly-by-wire). Selain itu, Habibie secara tidak langsung ikut terlibat dalam
proyek perhitungan dan desain Helikopter Jenis BO-105, pesawat tempur multi
function, beberapa peluru kendali dan satelit.
Karena pola pikirnya tersebut, maka saya menganggap beliau
sebagai bapak teknologi Indonesia, terlepaskan seberapa besar kesuksesan
industri strategis ala Habibie. Karena kita tahu bahwa pada tahun 1992, IMF
menginstruksikan kepada Soeharto agar tidak memberikan dana operasi kepada
IPTN, sehingga pada saat itu IPTN mulai memasuki kondisi kritis. Hal ini
dikarenakan rencana Habibie membuat satelit sendiri (catatan : tahun 1970-an
Indonesia merupakan negara terbesar ke-2 pemakaian satelit), pesawat sendiri,
serta peralatan militer sendiri. Hal ini didukung dengan 40 0rang tenaga ahli
Indonesia yang memiliki pengalaman kerja di perusahaan pembuat satelit Hughes
Amerika akan ditarik pulang ke Indonesia untuk mengembangkan industri teknologi
tinggi di Indonesia. Jika hal ini terwujud, maka ini akan mengancam industri
teknologi Amerika (mengurangi pangsa pasar) sekaligus kekhawatiran kemampuan
teknologi tinggi dan militer Indonesia.
Ki Hajar Dewantara lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889 dan
meninggal di Yogyakarta, 26 April 1959 pada umur 69 tahun.Tanggal kelahirannya
sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional. Bagian dari
semboyan ciptaannya, tut wuri handayani, menjadi slogan Departemen Pendidikan
Nasional. Semboyan tersebut sangat dikenal di kalangan pendidikan Indonesia.
Secara utuh, semboyan itu dalam bahasa Jawa berbunyi ing ngarsa sung tulada,
ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. ("di depan menjadi teladan, di
tengah membangun semangat, dari belakang mendukung"). Semboyan ini masih
tetap dipakai dalam dunia pendidikan rakyat Indonesia, terlebih di
sekolah-sekolah Perguruan Tamansiswa.
Ki Hajar Dewantara adalah pahlawan nasional Indonesia,
aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor
pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia
mendirikan Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan
kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan
seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda. Ki hajar Dewantara
adalah tokoh yang punya dedikasi tinggi yang suka membawa spirit kerakyatan.
Dia tidak mau menjaga jarak dengan rakyat kecil, meski dia sendiri adalah
keturuan dari kaum bangsawan. Bahkan untuk menghilangkan sekat pergaulannya,
dia menanggalkan nama ningratnya, Raden mas Suwardi Suryaningrat.
Raden Ajeng Kartini lahir pada 21 April tahun 1879 di kota
Jepara, Jawa Tengah. Ia anak salah seorang bangsawan yang masih sangat taat
pada adat istiadat. Setelah lulus dari Sekolah Dasar ia tidak diperbolehkan
melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi oleh orangtuanya. Ia dipingit sambil
menunggu waktu untuk dinikahkan. Kartini kecil sangat sedih dengan hal
tersebut, ia ingin menentang tapi tak berani karena takut dianggap anak
durhaka. Untuk menghilangkan kesedihannya, ia mengumpulkan buku-buku pelajaran
dan buku ilmu pengetahuan lainnya yang kemudian dibacanya di taman rumah dengan
ditemani Simbok (pembantunya).
Raden Ajeng Kartini sendiri adalah pahlawan yang mengambil
tempat tersendiri di hati kita dengan segala cita-cita, tekad, dan
perbuatannya. Ide-ide besarnya telah mampu menggerakkan dan mengilhami
perjuangan kaumnya dari kebodohan yang tidak disadari pada masa lalu. Dengan
keberanian dan pengorbanan yang tulus, dia mampu menggugah kaumnya dari
belenggu diskriminasi. Bagi wanita sendiri, dengan upaya awalnya itu kini kaum
wanita di negeri ini telah menikmati apa yang disebut persamaan hak tersebut.
Perjuangan memang belum berakhir, di era globalisasi ini masih banyak dirasakan
penindasan dan perlakuan tidak adil terhadap perempuan.
Pangeran Diponegoro memiliki nama kecil “Raden Mas
Ontowiryo”. Beliau lahir Tanggal 11 November 1785 dan Wafat pada tanggal 8
Januari 1855 Di pengasingan Benteng Rotterdam (Makassar)
Pangeran Diponegoro adalah pahlawan nasional,pejuang
kemerdekaan, juga seorang tokoh agama Islam terkemuka di Pulau Jawa. Nama
besarnya hingga kini masih melekat sebagai nama Universitas negeri di Semarang
(Universitas Diponegoro) dan jalan-jalan protokol di berbagai kota besar
Indonesia. Perjuangan beliau populer dengan sebutan Perang Diponegoro atau
perang Jawa yang berlangsung antara tahun 1825 sampai 1830. Perang Diponegoro
adalah perlewanan terbesar di Pulau Jawa semasa kolonial Belanda. Perang Jawa
sangat menguras keuangan dan energi kolonial Belanda. Kerugian di pihak Belanda
mencapai 15.000 tentara dan biaya perang mencapai 50.000 gulden, sementara
dipihak rakyat korban meninggal mencapai 200.000.
Pangeran Diponegoro di kenal memiliki kepribadian yang tegas
dan amat taat beribadah. Beliau lebih memilih menekuni kehidupan beragama
daripada menjadi raja. Minat inilah yang menyebabkan beliau memutuskan menetap
di Desa Tegal Rejo (Sekarang wilayah Purworejo Jawa Tengah), tempat para
leluhurnya. Beliau menolak permintaan Sultan untuk menjadi raja karena
menyadari bahwa beliau putra dari seorang selir. Sejak Muda dalam jiwa Pangeran
Diponegoro telah tertanam kebencian terhadap Pemerintah Kolonial Belanda yang
telah mencampuri urusan Keraton Yogyakarta dan melakukan penindasan terhadap
rakyat dengan membebani rakyat pajak yang terlalu besar. Ketegasan jiwanya
menyebabkan ia berseberangan pendapat dengan kesultanan Yogyakarta semasa
dipimpin Sultan Hamangkubuono V tahun 1822. Saat itu Kesultanan Yogyakarta
dipimpin raja yang baru berusia 3 tahun sehingga kepemimpinan diserahkan kepada
patih Danurejo bersama Residen Belanda. Akibatnya Kesultanan Yogyakarta tunduk
di bawah pengaruh Belanda.
Dr Soetomo, sang pelopor pergerakan nasional Indonesia,
tokoh pejuang kemerdekaan sekaligus inspirator perjuangan melalui lobi-lobi
internasional dan jalur politik. Beliau lahir di Nganjuk Jawa timur tanggal 20
Juli 1888 dan wafat di Surabaya 30 Mei 1938. Domakamkan di Surabaya. Pemerintah
mengapresiasi Jasa besarnya dalam perjuangan Indonesia Merdeka dengan gelar
pahlawan kemerdekaan nasional berdasarkan SK presiden RI No 657/1961.
Dr Soetomo terlahir
dengan nama Soebroto. Sewaktu masih menjadi mahasiswa STOVIA, beliau sering
bertukar pikiran dengan rekan-rekan sesama pelajar sehingga atas dorongan dr
Wahidin, ia bersama rekan-rekan mendirikan organisasi Boedi Utomo yang menjadi
organisasi modern pertama di Indonesia. Boedi Utomo bertujuan memajukan
kebudayaan dan bersifat sosial. Setelah lulus pada tahun 1911, ia bekerja
sebagai dokter pemerintah di berbagai daerah di Jawa dan Sumatra. Pada tahun
1917, Soetomo menikah dengan seorang perawat Belanda. Pada tahun 1919 sampai
1923, Soetomo melanjutkan studi kedokteran di Belanda.
Boedi Utomo kemudian
ikut terjun dalam dunia politik tahun 1929 dengan bergabung dalam Perhimpunan
Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI). Sebelumnya tahun 1924 Soetomo juga
mendirikan Indonesiche Studie Club (ISC) yang kemudian berubah menjadi
Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Tahun 1935 PBI digabungkan dengan Boedi Utomo
menjadi Partai Indonesia Raya (Parindra) yang tujuan utamanya memperjuangan
Kemerdekaan Indonesia. Selain berbagai organisasi tersebut, Soetomo juga
membentuk organisasi kewanitaan yang diberi nama Putri Mardika dan menerbitkan
surat kabar Darmo Kondo.
Adam Malik Batubara lahir pada tanggal 22 Juli 1917 di
Pematangsiantar, Sumatera Utara dan Wafat di Bandung, Jawa Barat, 5 September
1984.
Adam Malik adalah salah satu tokoh politik, birokrasi,
jurnalisme, diplomat, dan pergerakan nasional Indonesia. Beliau adalah pendiri
kantor berita antara bersama Albert Manumpak, Sipahoetar, Pandoe Kartawigoena,
dan Mr. Soemanang berkantor di JI. Pinangsia 38 Jakarta Kota yang dikemudian hari dijadikan kantor berita
nasional. Jabatan birokrasi yang pernah disandangnya antara lain menteri luar
negeri dan wakil presiden Indonesia. Ia juga di kenal sebagai salah satu tokoh
pemrakarsa ASEAN yang hingga kini masih eksis dengan kantor pusatnya di
Jakarta.
Beliau pernah menjadi
anggota Pimpinan Gerakan Pemuda untuk persiapan Kemerdekaan Indonesia di
Jakarta. Beliau juga aktif bergerilya dalam gerakan pemuda semasa pendudukan
Jepang. Pada saat menjelang proklamasi beliau terlibat dalam peristiwa
rengasdengklok menjelang proklamasi kemerdekaan Sukarni, Chaerul Saleh.
Kontribusinya dalam dunia internasioanal diantaranya menjadi
duta besar luar biasa untuk negara Uni Sovyet dan negara Polandia. Tahun 1962
menjadi Ketua Delegasi Republik Indonesia untuk perundingan Indonesia dengan
Belanda dalam pembebasan Irian Barat di Washington D.C, Amerika Serikat. Tahun
1964 menjadi Ketua Delegasi Indonesia untuk Komisi Perdagangan dan Pembangunan
di PBB. Di tahun 1971, memimpin sidang umum PBB ke-26 sebagai Ketua Sidang. Memelopori
terbentuknya ASEAN tahun 1967
Tidak bisa dipungkiri, saat ini Indonesia sedang berada
dalam masa krisis, segala macam jenis krisis saat ini sedang melanda Indonesia,
krisis politik, krisis ekonomi, krisis pangan, krisis kepemimpinan, sampai
krisis pemuda,identitas, dan nasionalisme pun melanda Bumi Pertiwi. Ada satu
alasan mengapa tiga krisis terakhir, yaitu krisis pemuda, identitas, dan
nasionalisme saya tulis menjadi satu klausa, tidak terpisah, karena tiga hal
ini sebenarnya sangat berhubungan erat dan pasti jika dalam sebuah Negara
terkena salah satu dari tiga krisis ini, akan sangat mungkin dalam waktu dekat
dua krisis lainnya akan segera melanda, efek domino berlaku dalam hal ini.
Semuanya bermula dari pemuda khususnya mahasiswa, yah
menurut saya pemuda Indonesia saat ini terlalu banyak menuntut, semua
mengharapkan Negara memberikan sesuatu pada mereka, bukan mereka yang
memberikan sesuatu pada Negara. Pemerintah bertindak A, mereka meminta B,
pemerintah bertindak B, mereka meminta C, parahnya lagi protes dilakukan dengan
cara-cara yang tidak ‘intelek’, tidak mencerminkan kalau mereka termasuk
golongan terpelajar berpendidikan, merusak, membakar, bahkan menyakiti pun
mereka lakukan agar tuntutan mereka dipenuhi. Memang pemuda harus kritis,
pemuda memang harus perfeksionis, tapi harus begitukah caranya? Tidak adakah
cara lain yang lebih baik dan lebih memberikan hasil? Kenapa mereka tidak
melanjutkan studi mereka saja dengan benar kemudian kelak saat mereka sudah
cukup mempunyai kemampuan mereka sendiri yang akan mengubah nasib Negara ini?
Yah, selalu banyak peertanyaan yang terlontar jika melihat ulah pemuda
khususnya mahasiswa akhir-akhir ini.
Krisis selanjutnya merupakan efek domino dari krisis pemuda,
yakni krisis identitas dan Nasionalisme. Sifat banyak menuntut dari pemuda
Indonesia itu menghasilkan sifat mencintai segala yang berasal dari luar, sifat
meremehkan segala yang ada dari dalam negeri. Sekarang kalau kita berani
berkaca, coba tanyakan cerita pewayangan pada pemuda-pemuda Indonesia, berapa
banyak dari mereka yang tahu? Kemudian coba tanyakan mengenai komik-komik
jepang seperti Naruto atau sejenisnya, berapa banyak dari mereka yang tahu?
Atau coba saja tanyakan mengenai sejarah bangsa Indonesia, berapa banyak dari
mereka yang tahu dengan pasti? Cukup dengan pertanyaan sederhana tersebut kita
bisa tahu seberapa mengerti para pemuda kita tentang identitas mereka sendiri.
Yah, pemuda Indonesia saat ini sepeerti kehilangan identitas, seakan tidak ada
usaha untuk memperbaiki apa yang kurang dari Indonesia, jangankan memperbaiki,
sifat menghargai negeri sendiri pun saat ini sudah sulit ditemui. Jelas dan
pasti, dari beberapa penjabaran di atas kita bisa mengetahui apakah pemuda
Indonesia saat ini mempunyai jiwa nasionalisme atau tidak.
Sifat-sifat yang ditunjukkan pemuda Indonesia saat ini tentu
amat jauh bertolak belakang dengan sifat yang ditunjukan oleh Sri Sultan
Hamengku Buwono pada jamannya, bagaimana mungkin ia rela berkorban susah payah
demi kemerdekaan Indonesia, padahal saat itu kerajaan yang dipimpinnya sudah
berdiri tegak dan tidak ada hubungannya dengan bangsa Indonesia, merdeka atau
tidaknya Indonesia, Kerajaan yang dipimpin Sri Sultan Hamengku Buwono IX tetap
tidak terpengaruh, mereka sudah merdeka dan bisa mengurus nasibnya sendiri.
Kemudian saat Indonesia telah merdeka dengan ikhlas Beliau menempatkan kerajaan
yang dipimpinnya di bawah bendera merah putih, dan bangga menyebut dirinya
sebagai bagian dari Negara Indonesia. Bukankah ini sebuah pengorbanan yang
sangat besar, bukankah ini menunjukkan bahwa Sri Sultan Hamengku Buwono IX rela memberikan apapun demi Indonesia, hal
yang jarang kita temui pada diri pemuda Indonesia saat ini. Yah, mungkin para
pemuda Indonesia perlu membuka lagi buku sejarah mereka dan meneladani tokoh
yang satu ini.
10. Jendral Soedirman,
Panglima tentara pertama
Siapa Yang tidak Kenal Sosok Jendral Sudirman Pahlawan Besar
Indoinesia. Beliau dikenal Sebagai Sosok yang Pemberani , Pandai Dalam hal
strategi perang dan Semangat juangnya yang begitu tinggi. Jasa beliau amatlah
besar dalam memperjuangkan dan mempertahankan Kemerdekaan Indonesia. Maka
Layaklah Jendral Sudirman sebagai Jendral Besar Yang tidak tertandingi.