Di pagi yang cerah terdengar pembicaraan antara seorang anak dan ayahnya. “Yah...aku kemarin ulangan IPA dapat nilai 100”, jawab ayah “Wow bagus sekali...?”, ayah balik bertanya “Bagaimana ceritanya?”, dengan penuh semangat anak itu menceritakan “aku dapat bocoran soal dan kunci jawaban dari seorang teman”, ayah mengkerutkan dahinya lalu bertanya “ apakah soalnya plek (sama persis)?”, “dan kau percaya dengan jawaban temanmu?”, dengan ragu-ragu dan takut anak itu menjawab “ hem...soalnya berbeda kok yah dan aku tidak percaya begitu saja jawaban temanku..?”, ayah tahu anaknya berbohong (terlihat dari wajahnya yang pucat) tapi tetap tersenyum dan mencoba bertanya lagi “oh...gitu to..., benar seperti itu?” Ayah meyakinkan kebenaran itu sambil membelai rambut anaknya dengan penuh kasih sayang, dan tidak terduga anak itu meralat semua ceritanya dengan berkata” maafkan aku ya yah..., aku khilaf, semua ceritaku tadi bohong, sejujurnya aku kemarin melirik jawaban teman sebangkuku sehingga aku dapat nilai 100, aku berjanji tidak akan mengulangi lagi”.
Berdasarkan kejadian di atas dapat diambil pelajaran yang berharga sebagai anak manusia yang sudah diajarkan tentang nilai “KEJUJURAN”.Sebelum kita mengajarkan kejujuran kepada orang lain, sudahkah diri kita sendiri menerapkan nilai kejujuran dalam kehidupan sehari-hari?. Tentunya tidak mudah dan harus penuh resiko menerima kenyataan di lapangan menerapkan hal itu. Dimana-mana sudah banyak terjadi kebobrokan moral, perkelahian, demo masal, menghalalkan segala cara demi kekuasaan, mengejar rasa ego yang tinggi, sengitnya persaingan hidup, sampai kerusakan ekosistem seperti munculnya Tomcat, ulat berbulu, semburan lumpur lapindo sebagai bentuk teguran dari alam.
Sebagai khalifah di muka bumi dan pemangku amanat Sang Khaliq bisakah kita menjalankan roda dunia dengan kejujuran?, karena dengan kejujuran kita akan memperoleh kebahagiaan dan ketenangan hati, sebab kebahagiaan hidup dan ketenangan hati akan kita rasakan, jika hati kita tidak dipenuhi dengan rasa gelisah. Munculnya rasa gelisah di hati karena kita tidak jujur pada diri kita sendiri, seperti cerita anak pada ayahnya tersebut. Ketika anak mendapat nilai 100, bukan kebahagiaan dan ketenangan hati yang dia peroleh, tetapi justru rasa gelisah, karena dia merasa bahwa nilai tersebut bukan dari hasil jerih payahnya belajar, melainkan diperoleh dari sikap curang. Kalau kita perhatikan dengan seksama sebenarnya rasa bahagia dan ketenangan hati sang anak muncul setelah dia mengakui kesalahannya dan meminta maaf. Sikap inilah yang harus kita terapkan pada anak-anak didik kita, orang tua, masyarakat dan penguasa.
Tentunya semua orang tua menginginkan anaknya menjadi baik dan bermimpi nilai ujian akhirnya bernilai tinggi, sehingga bisa menembus ke jenjang sekolah favorit yang lebih tinggi secara baik dan benar. Kita tidak menutup mata, banyak juga orang tua yang bangga dengan nilai ujian anaknya yang tinggi meskipun diperoleh dengan kecurangan. Dengan melakukan berbagai cara dia tempuh demi rasa ego sang orang tua. Hal tersebut berbeda jauh dengan cerita di atas, seorang ayah yang tampak tidak bangga dengan nilai anaknya yang tinggi dari hasil curang (terbukti dengan mengkerutkan dahinya), yang membuat sang ayah bangga adalah sikap jujur sang anak akan kekhilafannya dan berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya lagi. Meskipun dia tahu anaknya berbohong tetapi dengan penuh rasa kasih sayang sang ayah ingin memperbaiki sikap anaknya yang suka berbohong dengan membelai rambutnya, mungkin dari belaian tersebut menggetarkan hati sang anak untuk bersikap jujur yang sudah diterapkan oleh ayah selaku pemimpin di rumahnya.
Sebenarnya jika kita semua jujur mengakui kelebihan dan kekurangan kita masing-masing, maka dunia ini penuh dengan kedamaian, ketentraman, kesejukan, dan kebahagiaan, karena semua berjalan sesuai aturan yang ada dan dinamis. Munculnya koruptor di sana-sini akibat lemahnya nilai kejujuran dan minimnya keteladanan untuk bersikap jujur. Hidup ini hanyalah sementara, untuk itu isilah dengan hal yang menjadikan hati setiap orang merasa tentram dan menikmati kebahagiaan hidup.
Orang salah itu tidak baik, tetapi orang yang merasa salah itu menjadi baik, karena dia berusaha meminta maaf dan tidak mengulanginya lagi dengan kesalahan yang sama. Sebaliknya, orang benar itu baik, tetapi orang yang merasa benar itu akan mendatangkan bencana, karena dia akan menutupi kecurangannya dengan berbagai cara. Dia tidak akan mengevaluasi dirinya sendiri, tidak berbicara dalam hatinya sendiri dengan jujur, dengan perasaan yang amat gelisah dia akan berbohong dan berbohong untuk menutupi rasa benar pada dirinya. Sekali orang berbohong, orang lain masih memaafkan, mengulangi kebohongan yang sama mungkin masih ada orang yang memaafkan, tetapi melakukan kebohongan lagi maka orang lain sudah tidak akan memaafkan dan mempercayainya lagi, jika ini terjadi tunggulah bencana akan menimpa dirinya.
Dengan kejujuran seseorang akan meraih ketenangan dan kebahagiaan, kebahagiaan tidak akan datang bagi orang-orang yang hatinya gelisah karena melakukan ketidakjujuran. Untuk itulah tanamkan sejak dini sikap jujur pada diri kita sendiri dan jadilah tauladan bagi orang di sekitar kita. Sungguh terasa aneh jika di jaman sekarang ini orang yang melakukan kejujuran akan dicibir dan dicemooh bahkan ditentang oleh masyarakat sekitarnya. Seperti yang dialami oleh sosok ibu yang bernama Siami dengan Alifa’ Achmad Maulana putranya. Siami hanya ingin adanya kejujuran saat ulangan atau ujian di sekolah tempat putranya menimba ilmu. Sungguh di luar dugaannya, niat untuk berlaku jujur menuai kontroversi yang merugikan psikologi anak. Rasa takut, cemas, dan bingung sedikit banyak dirasakan oleh mereka. Patutkah hal itu terjadi di dunia pendidikan yang mencetak generasi penerus sebagai khalifah di muka bumi ini? marilah kita instropeksi diri secara total dan menyeluruh.
Semoga dengan menerapkan kejujuran dimanapun kita berada akan menghasilkan kebahagiaan dan ketentraman di muka bumi tempat kita berpijak. Untuk itu marilah kita himbau kepada peserta didik kita sebagai penerus bangsa agar menerapkan dan mengaplikasikan nilai-nilai kejujuran dalam segala kegiatan dengan selogan “Honesty Yes!!!, Dishonesty No!” (Kejujuran Ya!!!, Kecurangan Tidak!).
Kutipan Motivasi :
"Pelajar yang baik tidak belajar menjelang ujian. Ia belajar setiap waktu."
"Orang tua yang baik tidak mengajarkan anaknya supaya mendapat nilai yang baik pada ujian sekolah. Mereka mengajarkan nilai-nilai yang baik kepada anaknya baik diujikan atau tidak di sekolah."
"Tempat penyimpanan pengetahuan terbaik untuk dirimu bukan di USB atau Hardisk. Tapi di pikiran dan perbuatanmu. Itu lebih aman."
"Jika kau beranggapan uang tidak dibawa mati. Berhentilah gusar akan kenaikan BBM, berhentilah menginginkan pasangan yang rupawan, berhentilah menginginkan uang, berhentilah menginginkan pekerjaan yang layak, berhentilah menginginkan rumah mewah. Semuanya itu tidak satupun dibawa mati. Jika tidak bisa, dermakan uangmu. Itu baru uang yang dibawa mati. Komitmenlah pada anggapanmu."
"Kehidupan ini hanya ilusi, hanya khayalan, hanya mimpi. Berarti kita bisa meraih apapun yang kita mau asal kita fokus, percaya dan berkomitmen penuh. Kita bisa jadi, melakukan, dan memiliki apa saja dalam mimpi kan?"
"Kalau punya mimpi, jangan tarik selimut terus tidur lagi. Tapi bangun, mandi! Buat mimpinya jadi kenyataan."
"Pelajar yang baik tidak belajar menjelang ujian. Ia belajar setiap waktu."
"Orang tua yang baik tidak mengajarkan anaknya supaya mendapat nilai yang baik pada ujian sekolah. Mereka mengajarkan nilai-nilai yang baik kepada anaknya baik diujikan atau tidak di sekolah."
"Tempat penyimpanan pengetahuan terbaik untuk dirimu bukan di USB atau Hardisk. Tapi di pikiran dan perbuatanmu. Itu lebih aman."
"Jika kau beranggapan uang tidak dibawa mati. Berhentilah gusar akan kenaikan BBM, berhentilah menginginkan pasangan yang rupawan, berhentilah menginginkan uang, berhentilah menginginkan pekerjaan yang layak, berhentilah menginginkan rumah mewah. Semuanya itu tidak satupun dibawa mati. Jika tidak bisa, dermakan uangmu. Itu baru uang yang dibawa mati. Komitmenlah pada anggapanmu."
"Kehidupan ini hanya ilusi, hanya khayalan, hanya mimpi. Berarti kita bisa meraih apapun yang kita mau asal kita fokus, percaya dan berkomitmen penuh. Kita bisa jadi, melakukan, dan memiliki apa saja dalam mimpi kan?"
"Kalau punya mimpi, jangan tarik selimut terus tidur lagi. Tapi bangun, mandi! Buat mimpinya jadi kenyataan."
- Anggun C Sasmi-